Mengenal Fungsi Jalan Raya dan Berbagai Klasifikasinya
Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lainnya.
Jalan raya memiliki ukuran yang lebih lebar, besar, dilapisi aspal dan bisa dilewati dari dua arah berlawanan.
Sejarah Jalan Raya di Indonesia
Di Indonesia sendiri, pembangunan jalan raya tak lepas dari pengaruh zaman penjajahan Belanda. Selain digunakan untuk pertahanan militer, jalan raya juga bertujuan untuk membangkitkan roda ekonomi dalam hal pengiriman barang dagang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Sebut saja pembangunan jalan Daendels yang terbentang di sepanjang Pulau Jawa atau yang saat ini dikenal dengan Jalur Pantura (Pantai Utara). Jalan raya ini dibangun pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-36 pada tahun 1808-1811.
Pada masa jabatannya ia membangun jalan raya Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 kilometer yang sebagian jalan ini menjadi Jalur Pantura. Awalnya pembangunan jalan ini bertujuan sebagai proyek monumental, jalur pertahanan militer, hingga proyek pembangunan ekonomi untuk mengirim hasil panen kopi dari wilayah pedalaman Priangan menuju pelabuhan Cirebon dan Indramayu.
Pembangunan jalan ini juga mempersingkat waktu tempuh Surabaya - Batavia yang tadinya 40 hari, menjadi tujuh hari saja. Sejarah pembangunan jalan ini sangat "melegenda" di kalangan orang-orang Jawa. Sebab, proses pembangunannya melibatkan orang pribumi dan banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia karena bekerja tanpa imbalan yang pantas.
Beberapa ruas jalan juga dibangun dari jalur yang sudah ada seperti dari wilayah Bogor menuju Bandung yang melintas di daerah pegunungan Megamendung dan Puncak. Akhirnya pembangunan jalan ini selesai pada 1810 atau hanya dua tahun masa pembangunan. Pada saat itu, Belanda juga membangun proyek rel kereta api di Pulau Jawa karena dianggap kereta api lebih efisien dalam menunjang mobilitas pemerintahan ketimbang jalan raya.
Terlepas dari masa penjajahan zaman Kolonial, Jepang pun datang. Tak ada lagi proyek pembangunan jalan raya yang seheboh proyek Jalan Daendels. Pembangunan jalan raya sangat terbatas dan tidak jadi prioritas. Masa pemerintahan Jepang, mengutamakan meneruskan jalur kereta yang sudah ada.
Pembangunan Jalan Raya Masa Kemerdekaan
Setelah merdeka, pembangunan Jalan Raya sepenuhnya resmi berada di bawah tanggung jawab Departemen Pekerjaan Umum. Pemerintah saat itu sukses membangun banyak ruas jalan.
Pembangunan jalan pertama yang terbilang sukses adalah proyek jaringan jalan selebar 40 meter yang menghubungkan Kota Kebayoran Baru dengan Jakarta pada 1955.
Proyek pembangunan dibuat dengan dua jalur besar untuk lalu lintas cepat dan dua jalur biasa. Pada bagian tengah terdapat taman-taman kecil selebar 6 meter. Jalan tersebut kini dikenal dengan Jalan Jenderal Sudirman-M.H Thamrin.
Masuk ke periode 1960-an, pembangunan jalan raya kembali digarap untuk membuat jalur yang menghubungkan Cililitan-Tanjung Priok. Jalan tersebut diberi nama Jakarta Bypass. Spesifikasi jalan tersebut terbilang lebih modern dan lebih luas ketimbang Sudirman-Thamrin.
Pada masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto, Indonesia berhasil membuat jalan raya dengan konsep jalan tol setelah pembangunan jalan Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Bogor.
Jalur ini terbilang eksklusif karena tergolong sebagai jalur bebas hambatan (tanpa ada persimpangan, hingga penyeberangan orang). Kemudian jalur Jagorawi ini diubah menjadi jalan tol.
Kesuksesan pembangunan jalur Jagorawi inilah yang menjadi prestasi tersendiri bagi Pemerintah Indonesia, sebab beberapa negara di ASEAN belum ada yang membangun jalan se-modern jalur Jagorawi.
Babak baru pembangunan jalan raya di Indonesia bermula dari kesuksesan jalur Jagorawi. Kemudian berlanjut ke pembangunan berbagai jalan tol yang ada di daerah lain.
Seiring berkembangnya zaman dan kebutuhan manusia, pembangunan jalan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berawal dari jalan yang tadinya berupa jalan setapak dan beralaskan tanah, kini telah berkembang menjadi jalan lebar dan luar yang dilapisi aspal hingga beton.
Fungsi jalan raya
Jalan raya merupakan prasarana utama yang menunjang transportasi darat. Dengan kata lain, jalan raya dapat mendukung berbagai aktivitas dan kebutuhan manusia dalam hal kepentingan mobilitas hingga mencapai tujuan ekonomi dan non ekonomi.
Fungsi jalan raya sebagai prasarana transportasi dalam kegiatan ekonomi adalah pemerataan perekonomian dengan adanya jalan raya sebagai penghubung.
Fungsi lain non ekonomi termasuk sebagai integritas bangsa, prasarana pertukaran budaya atau pun sebagai pendukung ketahanan dan pertahanan bangsa.
Klasifikasi jalan raya
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, menyebut bahwa jalan dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni berdasarkan jenis dan fungsi. Jenis jalan raya berdasarkan fungsinya adalah jalan arteri, jalan lokal, jalan kolektor dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang dapat digunakan oleh kendaraan angkutan. Hal itu sudah tertuang dalam UU Nomor 38 Tahun 2004. Ciri utama dari jalan arteri adalah jarak perjalanannya jauh, kecepatan kendaraan tergolong tinggi, serta dilakukan pembatasan secara berdaya guna pada jumlah jalan masuk.
Jalan arteri dibagi menjadi dua, yakni jalan arteri primer serta jalan arteri sekunder.
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antara kegiatan nasional dengan kegiatan wilayah. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 60 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan minimal 11 meter. Lalu lintas kendaraan di jalan arteri primer tidak boleh diganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas dan kegiatan lokal serta tidak boleh terputus di area perkotaan.
Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu serta kawasan sekunder kedua. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 30 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan adalah minimal 11 meter. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
2. Jalan lokal
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2004, jalan lokal adalah jalan umum yang ditujukan untuk kendaraan angkutan lokal. Ciri utamanya adalah jarak tempuh dekat, kecepatan rendah hingga adanya pembatasan pada jalan masuk. Jalan lokal pun terbagi menjadi dua, yaitu jalan lokal primer dan jalan lokal sekunder.
Jalan lokal primer menghubungkan antara kegiatan nasional dengan kegiatan lingkungan. Ukuran lebar badan jalan adalah minimal 7,5 meter. Jalannya tidak boleh terputus pada area pedesaan. Kecepatan kendaran paling rendah adalah 20 kilometer per jam.
Sementara jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu, kedua dan ketiga dengan kawasan perumahan. Ukuran lebar badan jalan adalah 7,5 meter. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 10 kilometer per jam.
3. Jalan kolektor.
Mengutip UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan kolektor merupakan jalan umum yang ditujukan untuk kendaraan angkutan pengumpul atau pembagi. Ciri utama dari jalan kolektor adalah jarak perjalanannya sedang, kecepatan kendaraannya sedang serta adanya pembatasan pada jalan masuk.
Jalan kolektor pun dibagi menjadi dua, yakni jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder.
Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antara kegiatan nasional dengan kegiatan wilayah.
Kecepatan kendaran paling rendah adalah 40 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan adalah minimal 9 meter. Dilakukan pembatasan pada jalan masuk.
Sedangkan jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua dan kawasan sekunder ketiga. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 20 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan minimal 9 meter. Lalu lintas cepat tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.
4. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang ditujukan untuk kendaraan angkutan lingkungan. Ciri utama dari jalan lingkungan ini adalah jarak perjalanannya dekat serta kecepatannya rendah.
Jalan lingkungan pun dibagi menjadi dua, yakni jalan lingkungan primer dan jalan lingkungan sekunder.
Jalan lingkungan primer menghubungkan kegiatan di kawasan pedesaan dengan lingkungan kawasan pedesaan. Ukuran lebar badan jalan untuk kendaraan bermotor roda tiga atau lebih adalah 6,5 meter. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 15 kilometer per jam. Sedangkan ukuran lebar jalan untuk kendaraan tidak bermotor dan tidak beroda tiga atau lebih adalah 3,5 meter.
Sementara itu, jalan lingkungan sekunder menghubungan kegiatan di kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan.
Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 10 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan untuk kendaraan bermotor roda tiga atau lebih adalah 6,5 meter. Untuk ukuran lebar jalan pada kendaraan tidak bermotor dan tidak beroda tiga atau lebih adalah 3,5 meter.
Demikian ulasan mengenai jalan raya di Indonesia. Semoga bisa menambah wawasan Sahabat, ya!
Penulis : Dinno Baskoro