Jenis Sertifikat Tanah, Cara Membuat, dan Syaratnya
Sertifikat tanah adalah tanda bukti yang kuat kepemilikan seseorang terhadap sebuah lahan. Banyak sekali macam lahan yang belum diurus sertifikatnya oleh masyarakat, seperti halnya tanah warisan yang didapatkan dari beberapa generasi.
Jika Sahabat punya lahan yang belum memiliki sertifikat, ada baiknya segera diurus, demi mengurangi risiko ada orang lain yang mengaku bahwa lahan tersebut punyanya. Jika Sahabat sudah punya Sertifikat Hak Milik (SHM), maka Sahabat sudah tidak perlu lagi takut dengan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang suka mengklaim lahan. Kedudukan Sahabat sebagai pemilik SHM lebih kuat daripada orang yang sekedar klaim.
Ada beberapa jenis sertifikat tanah yang ada di Indonesia. Setiap jenis memiliki kekuatan hukum yang berbeda loh.
Jenis Sertifikat Tanah
Berikut adalah 5 jenis sertifikat tanah yang dikenal di Indonesia. Jenis sertifikat ini dibahas dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Jenis sertifikat tanah yang pertama adalah Sertifikat Hak Milik (SHM). Jenis sertifikat ini adalah yang paling kuat dan bisa berlaku tanpa batas waktu. Jika Sahabat punya SHM atau tanah tempat rumah Sahabat berdiri, maka Sahabat tak perlu takut jika suatu saat ada pihak yang mengaku mempunyai lahan tersebut.
Namun, meskipun sangat kuat, SHM ini juga bisa dibatalkan oleh beberapa keadaan. Karena SHM ini diperuntukkan hanya untuk WNI saja, maka jika ternyata diketahui bahwa SHM dipindahtangankan ke WNA, maka bisa dibatalkan.
Tak hanya itu, SHM juga bisa dibatalkan jika ditelantarkan, negara membutuhkan lahan itu, dan penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya ke pemerintah.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Jenis yang kedua adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Dari namanya saja, sebenarnya Sahabat bisa memahami, bahwa hanya sebatas hak guna bangunan, tidak sampai hak milik.
SHGB ini punya waktu berlaku, misal 20 tahun atau 30 tahun. Jika masa waktu berakhir, maka Sahabat harus memperpanjangnya untuk bisa menggunakan hak atas tanah tersebut. Berbeda dengan SHM, SHGB masih boleh dimiliki oleh WNA.
3. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS)
Jika Sahabat tinggal di rumah susun atau apartemen, maka sertifikat yang akan Sahabat dapatkan adalah jenis Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHSRS). Sahabat hanya berhak secara pribadi terhadap unit yang Sahabat beli saja, bukan terhadap lahannya.
4. Girik (Tanah Adat)
Sertifikat yang seringkali dimiliki oleh kebanyakan orang desa dan beberapa orang kota adalah Girik. Sertifikat yang akrab disebut dengan Petok ini memang masih diakui oleh pemerintah karena memang kebanyakan di desa adalah tanah adat, turun temurun, dan warisan.
Kepemilikan tanah dengan sertifikat Girik ini harus ditunjang dengan adanya Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti kepemilikan. Jika sertifikat tanah rumah Sahabat masih berupa Girik, segera urus ke SHM yah karena Girik rawan terjadinya pengakuan pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
5. Akta Jual Beli (AJB)
Akta Jual Beli (AJB) sebenarnya bukan sertifikat. Hanya saja ini adalah bukti yang paling rentan untuk menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik Sahabat. Orang lain bisa saja membuat AJB lain dan mungkin saja palsu dengan tujuan menyengketa tanah Sahabat.
Kasus lain yang sering muncul di masyarakat adalah AJB ganda. Terkadang ada penjual tanah nakal yang menjual lahan ke dua orang yang berbeda. Suatu saat saat keduanya bertemu, maka terjadilah saling klaim.
Cara Membuat Sertifikat Tanah
Jika Sahabat punya tanah warisan yang statusnya masih Girik, Sahabat harus segera mengurus sertifikat ke SHM agar aset Sahabat terlindungi. Berikut ini adalah cara membuat sertifikat tanah.
Tahap 1: Mengurus di Kelurahan Setempat
Tahap pertama untuk membuat sertifikat tanah adalah mengurusnya di kelurahan setempat. Untuk tahap ini Sahabat juga melewati beberapa proses, antara lain:
- Surat Keterangan Tidak Sengketa. Sahabat bisa mendapatkan dokumen ini dengan cara mendapatkan persaksian berupa tanda tangan dari RT, RW, atau tokoh adat setempat yang mengetahui sejarah tanah milik Sahabat.
- Surat Keterangan Riwayat Tanah. Surat ini berisi tentang riwayat tanah mulai dari pertama kali didapatkan hingga saat ini di tangan Sahabat. Sahabat bisa mengeceknya di dokumen pencatatan yang ada di kelurahan.
- Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik. Surat ini berisi tanggal penguasaan tanah dan keterangan bahwa tanah tersebut memang hak milik Sahabat.
Tahap 2: Mengajukan Permohonan Sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Setelah melewati tahap 1 di kelurahan, selanjutnya Sahabat meneruskan proses ke tahap 2, yaitu pengajuan ke BPN. Untuk tahap ini Sahabat akan melewati beberapa proses berikut.
- Pengukuran ke Lokasi. Proses ini bisa berjalan jika semua berkas yang Sahabat ajukan sudah lengkap dan disetujui oleh BPN dengan Sahabat menerima bukti tanda terima dokumen.
- Pengesahan Surat Ukur. Hasil pengukuran lokasi akan disahkan dan dipetakan di BPN. Surat Ukur disahkan dan ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan.
- Penelitian oleh Petugas Panitia A. Proses ini dilakukan di Subseksi Pemberian Hak Tanah. Anggota Panitia A meliputi lurah setempat dan petugas BPN.
- Pengumuman Data Yuridis di BPN dan Kelurahan. Proses ini membutuhkan waktu 60 hari. Jika tidak ada pihak yang keberatan, maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya.
- SK Hak Atas Tanah Terbit. Setelah jangka waktu 60 hari tidak ada yang keberatan, maka akan terbit SHM.
- Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB). BPHTB dibayarkan sesuatu ukuran tanah dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah tersebut. BPHTB bisa juga dibayarkan setelah Surat Ukur selesai.
- Pendaftaran SK Hak untuk terbit sertifikat. SK Hak dilanjutkan prosesnya ke Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI).
- Pengambilan Sertifikat. Pengambilan sertifikat di loket pengambilan.
Pengurusan sertifikat tanah ini biasanya memakan waktu kira-kira 6 bulan. Jika ada syarat yang kurang, maka bisa lebih lama lagi.
Syarat Pembuatan Sertifikat Tanah
Dengan proses yang cukup panjang tersebut, Sahabat bisa membayangkan dan menyiapkan dokumen apa saja yang dibutuhkan sebagai syarat mengurus sertifikat tanah. Berikut adalah beberapa dokumen yang perlu Sahabat siapkan.
Syarat Jika Bukan Girik
- Sertifikat Asli Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
- Identitas diri berupa KTP dan Kartu Keluarga (KK)
- SPPT PBB
- Surat pernyataan kepemilikan lahan
Syarat Jika Masih Berupa Girik
- Akta Jual Beli Tanah
- Fotokopi KTP dan KK
- Fotokopi Girik yang dimiliki
- Dokumen dari kelurahan/desa, seperti: Surat Keterangan Tidak Sengketa, Surat Keterangan Riwayat Tanah, dan Surat Keterangan Tanah secara Sporadik.
Itulah informasi mengenai jenis sertifikat tanah, cara membuat, dan syarat-syaratnya. Semoga info ini bermanfaat yah bagi Sahabat yang ingin membuat sertifikat tanah dari tanah warisan keluarga.
Penulis: Iskael