Pengendara Wajib Bawa STNK biar Nggak Kena Tilang Pasal 288 Ayat 1
Pasal 288 Ayat 1 merupakan aturan berlalu lintas yang menjelaskan soal kelengkapan saat berkendara. Pengemudi yang tidak mematuhi aturan berlalu lintas bisa ditindak dengan pasal tersebut.
Seperti yang sudah tertuang pada UU no.22 tahun 2009, soal Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kelengkapan berkendara bagi pengemudi motor atau mobil yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Pengendara Mobil
1. Sabuk pengaman
2. Segitiga pengaman
3. Dongkrak
4. Pembuka roda
5. Perlengkapan keselamatan
Pengendara Motor
1. Kada spion
2. Lampu depan
3. Klakson
4. Helm berstandar SNI
Selain syarat berkendara di atas, hal yang paling penting adalah pastikan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai ketentuan. Misalnya SIM A untuk pengendara roda empat alias mobil dan SIM C untuk kendaraan roda dua.
Khusus dalam pasal 288 ayat 1, dijelaskan wajib membawa STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang berlaku untuk kendaraan yang digunakan. Perlu diketahui, pasal 288 ayat 1 itu berbunyi seperti ini.
"Setiap pengendara yang tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu".
Bagi Sahabat yang belum familiar dengan istilah STCK, dokumen ini adalah surat jalan kendaraan sementara yang dikeluarkan SAMSAT dan kepolisian pada kendaraan baru sebelum mendapatkan pelat nomor dan STNK resmi.
Mudahnya, ketika Sahabat membeli motor atau mobil baru, pihak kepolisian tidak akan langsung memberikan STNK dan TNKB. Untuk mendapatkan dokumen itu membutuhkan proses yang tidak sebentar.
Oleh karena itu surat ini dapat digunakan sementara waktu agar Sahabat bisa menggunakan kendaraan di jalan raya sebelum mendapatkan STNK. Perlu diingat, masa berlaku surat ini hanya satu bulan. Mengingat syarat dan cara mengurus STCK ini agak rumit, mending tunggu dulu STNK resminya turun, baru kendaraan bebas dipakai ke jalan raya.
Balik lagi ke pembahasan pasal 288 ayat 1, aturan tersebut mengacu pada pengendara yang tidak dilengkapi STNK bisa dipidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu. Tak cuma itu, jika pada saat razia kendaraan ditemukan beberapa kesalahan sekaligus, maka bisa dikenakan pasal berlapis bahkan kendaraan bisa disita.
Petugas yang berwenang berhak menyita kendaraan sebagai barang bukti pelanggaran. Kebijakan ini sudah termuat pada Pasal 260 ayat 1d, UU Nomor 22 Tahun 2009, dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, kepolisian lalu lintas berwenang.
"Menyita Surat Izin Mengemudi, kendaraan bermotor, muatan kendaraan, Surat Tanda Nomor Kendaraan, Surat Tanda Coba Kendaraan dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti".
Ada beberapa faktor yang membuat penyitaan kendaraan dilakukan penindak atau petugas kepolisian.
1. Kendaraan bermotor tidak dilengkapi STNK yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor.
2. Pengemudi tidak punya SIM.
3. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan layak jalan.
4. Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk tindak pidana.
5. Kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jika atau luka berat.
Dapat disimpulkan melalui poin satu dan dua, jika pelanggar terbukti melakukan dua kesalahan maka kendaraan bisa disita kepolisian sebagai barang bukti. Penindakan seperti ini paling sering mengungkap identitas suatu kendaraan.
Jika kendaraan tidak memiliki STNK yang sah, apalagi pajaknya mati bertahun-tahun, maka kendaraan tersebut tergolong tidak layak pakai dan dicurigai hasil tindak kejahatan kendaraan bermotor seperti pencurian.
Penulis : Dinno Baskoro