Fakta Tentang Rakai Pikatan: Raja Besar Jawa yang Tak Terkenal
Wangsa Syailendra menjadi wangsa terbesar di Jawa. Terlebih dengan peresmian Candi Borobudur oleh Putri Pramodhawardhani, putri dari Raja Samaratungga yang berkuasa saat itu. Candi tersebut menjadi tempat pemujaan Buddha terbesar di Jawa dan menjadi kekuatan Wangsa Syailendra sepanjang masa.
Dikenal menguasai Mataram Kuno, Wangsa Syailendra tidak sendirian. Terdapat Wangsa Sanjaya yang juga berkuasa di Mataram Kuno. Berbeda dengan Syailendra yang memeluk Buddha, Sanjaya memuja Hindu Siwa. Namun, ada kisah menarik antara dua wangsa tersebut.
Rakai Pikatan adalah pangeran dari Sanjaya yang beragama Hindu Siwa. Putri Pramodhawardhani, putri kesayangan dari Syailendra yang meresmikan Borobudur sebagai candi Buddha terbesar di dunia. Keduanya merupakan pasangan yang berbeda agama dari wangsa besar berkuasa saat itu. Aneh, tetapi hal tersebut merupakan catatan sejarah yang nyata.
Pramodhawardhani: Menjemput Tahta bersama Rakai Pikatan
Samaratungga sudah berniat sejak awal mengenai menurunkan tahta rajanya kepada sang putri, Pramodhawardhani. Namun, Balaputeradewa tidak terima karena ia merasa lebih pantas menduduki kursi raja karena ia adalah putra dari Samaratungga, meskipun bukan anak pertama.
Meskipun ada versi yang menyebutkan bahwa Balaputeradewa bukanlah anak Samaratungga, melainkan paman Pramodhawardhani yang merasa tidak terima seorang perempuan berkuasa, tetapi perebutan tahta itu betul-betul terjadi. Dengan berani, Pramodhawardhani melawan. Ia mempertahankan wasiat ayahnya untuk menjadi penerus Wangsa Syailendra. Dibantu Rakai Pikatan, Pramodhawardhani melawan Balaputeradewa dan menang sehingga akhirnya menduduki tahta dengan gagah. Menerima kekalahannya, Balaputeradewa lari ke Sriwijaya tempat Dewi Tara, istri Samaratungga, berasal. Di sana, ia berkuasa sebagai raja.
Menguasai Mataram Kuno dalam Toleransi Agama
Pramodhawardhani menjadi pemimpin Wangsa Syailendra menguasai Mataram Kuno dengan aman. Kebijakannya diseimbangi dengan dukungan Rakai Pikatan. Kepercayaan keduanya yang berbeda tidak membuat suasana canggung ataupun berontak, justru semakin hangat karena rakyat juga meniru pemimpinnya yang bertoleransi antara pemeluk Buddha dan Hindu Siwa.
Candi Borobudur sebagai corak Buddha termegah dirawat dengan baik oleh Rakai Pikatan. Pramodhawardhani juga mengusulkan pembangunan candi-candi bernuansa Hindu di wilayah Mataram Kuno agar pemeluk Hindu Siwa bebas beribadah dengan nyaman. Rakai Pikatan juga membantu pembangunan Candi Plaosan sebagai salah satu candi bercorak Buddha lainnya di wilayah Mataram Kuno.
Rakai Pikatan Kepada Pramodhawardhani: Cinta atau Tipu Daya?
Semuanya aman dan nyaman hingga akhirnya Pramodhawardhani semakin menciut kuasanya dan kepemimpinan atas Mataram Kuno lebih banyak diambil alih oleh Rakai Pikatan.
Memang tidak banyak disebutkan kapan Pramodhawardhani lengser sebagai simbol lengsernya Wangsa Syailendra. Namun, yang pasti, sejak pusat pemerintahan yang tadinya di Mataran dipindah oleh Rakai Pikatan ke daerah Mawratipura, daerah yang didirikan oleh Rakai Pikatan, Wangsa Sanjaya kembali berkuasa dengan baik di Mataram Kuno. Sejarah hanya mencatat tahun 856 M tanpa cerita yang rinci tentang Pramodhawardhani.
Ketika Rakai Pikatan memprakarsai pembangunan Candi Prambanan sebagai candi terbesar bercorak Hindu banyak yang beranggapan bahwa sebenarnya Rakai Pikatan tidak benar-benar mencintai Pramodhawardhani. Bisa saja Rakai Pikatan hanya mencoba menghancurkan Wangsa Syailendra agar Wangsa Sanjaya menguasai Mataram Kuno secara penuh. Usaha-usahanya selama ini dengan menikahi Pramodhawardhani hanyalah siasatnya untuk menjatuhkan Syailendra.
Terlepas dari kisah cintanya dengan Pramodhawardhani, Rakai Pikatan merupakan salah satu raja di Mataram Kuno. Ia banyak mencapai hal-hal besar. Namun, sayangnya, cerita mengenainya kurang masyhur. Terlebih, ketika Syailendra tidak lagi berkuasa di Mataram Kuno, kejayaan Sanjaya juga tidak terlalu megah dikarenakan konflik perbedaan agama di dalamnya masih saja terjadi.
Penulis: Nisa Maulan Shofa